Prasasti Batutulis (Foto: Bogor-Kita.com) |
Sebelum menjadi
sebuah negara, Indonesia pernah mengalami era kerajaan. Pada saat itu, Kerajaan
Pajajaran adalah salah satu kerajaan bercorak Hindu yang ada di Nusantara,
tepatnya di Pakuan Jawa Barat yang sekarang dikenal sebagai
Kota Bogor. Sebagai salah satu kerajaan besar di Nusantara, Kerajaan Pakuan
meninggalkan sejumlah peninggalan yang salah satunya adalah Prasasti Batutulis.
Saat ini, Prasasti Batutulis dijadikan sebagai salah satu tempat wisata
bernilai sejarah. Bagaimana sebenarnya sejarah di balik Prasasti Batutulis?
Prasasti Batutulis adalah salah satu peninggalan arkeologi
dari masa Kerajaan Pajajaran. Prasasti yang terletak di Desa Batutulis, Sukasari
Bogor ini berupa lempengan batu pipih berbentuk meruncing seperti gugunungan
yang berisi pahatan sembilan baris tulisan dengan aksara Jawa Kuna dan berbahasa
Sunda Kuna.
Menurut Hasan Djafar, ahli epigrafi yang kerap mengkaji
prasasti masa kerajaan Sunda, Prasasti Batutulis dibuat pada tahun 1533 M (1455
saka) oleh Raja Surawisesa (1521-1535 M), seorang penerus Kerajaan Padjajaran,
anak dari Sri Baduga Maharaja atau yang dikenal sebagai Prabu Siliwangi.
Prasasti ini dibuat olehnya untuk mengenang jasa sang ayah, Prabu Siliwangi
yang sebelumnya memerintah Kerajaan Pajajaran pada 1482-1521 M (1404-1443 Saka).
Isi Prasasti Batutulis dibagi menjadi tiga bagian yaitu Manggala,
Sambhada, dan Titimangsa. Manggala adalah bagian pembuka yang berisi seruan
“wang na pun” yang ditujukan untuk memohon perlindungan dan keselamatan
kepada para Dewa. Sambhada adalah alasan dan tujuan dibuatnya prasasti. Pada
bagian ini tertulis ‘ini sakakala prebu ratu purane pun” yang bermakna
bahwa Prasasti Batutulis dibuat sebagai tanda peringatan untuk mengenang jasa mendiang
Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, anak Rahiyang Dewa Niskala yang dan cucu
Rahiyang Dewa Niskala Wastu, atas jasanya untuk Kerajaan Pajajaran yaitu
membuat parit pertahanan di sekeliling ibukota Pakuan Pajajaran, mengeraskan
jalan dengan batu, membuat hutan larangan (samida), dan membuat telaga Rena
Mahawijaya. Bagian terakhir pada prasasti ini adalah Titimangsa, yaitu
angka tahun di mana tertulis “i saka panca pandawa ngemban bumi”
berangka 1455 saka atau 1533 Masehi.
Selain Prasasti Batutulis, di komplek Prasasti juga terdapat
artefak-artefak peninggalan Kerajaan Pajajaran lainnya seperti Batu Tapak
(bekas telapak kaki Prabu Surawisesa), meja batu bekas tempat sesajen pada
setiap perayaan, batu bekas sandaran tahta bagi raja yang dilantik, batu lingga,
dan lima buah tonggak batu yang merupakan punakawan (pengiring-penjaga-emban) yang
terbuat dari batu lingga. Batu lingga ini adalah batu berbentuk tegak dan
tinggi yang melambangkan kesuburan dan kekuatan.
Djafar, Hasan. 2018. “Prasasti Batu Tulis Bogor”. AMERTA 29
(1).
https://historia.id/kuno/articles/candrasengkala-prasasti-batutulis-vxGJx/page/2
Komentar
Posting Komentar