Sejak dulu, Kawasan Puncak Bogor memang tak pernah absen dipadati wisatawan terutama pada hari libur. Padatnya wisatawan tentu membuat kemacetan lalu lintas tak dapat dihindarkan. Kemacetan pada hari libur bagaikan telah menjadi bagian dari Puncak itu sendiri. Tak macet, maka bukan puncak namanya. Apa sebetulnya yang menjadi penyebab Puncak rutin alami kemacetan saat hari libur?
Pada libur akhir pekan kemarin, tanggal 26-27 Februari 2022, terjadi peningkatan kemacetan di Kawasan Puncak sebanyak 25%. Jika pada hari libur biasanya volume kendaraan di Kawasan Puncak hanya 31 ribu, pada libur kemarin volume kendaraan meningkat hingga mencapai 51 ribu. Ribuan kendaraan itu dikabarkan terjebak macet selama hampir 17 jam di Kawasan Puncak. Adanya libur tambahan isra-miraj pada hari Senin diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya kemacetan parah itu.
Libur akhir pekan ditambah satu hari libur nasional. Kesempatan ini tentu digunakan orang-orang untuk melepas penat dari segala rutinitas mereka di hari biasa. Kawasan puncak tentu menjadi tujuan. Letaknya yang tak jauh dari ibu kota sudah jelas menjadi alasan, terlebih setelah tuntasnya pembangunan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Dengan akses yang semakin mudah, para wisatawan tentu akan menjadikan kawasan puncak yang sejuk nan indah sebagai pilihan utama untuk melepas penat dari hiruk pikuk ibu kota. Namun, bagaimana bisa melepas kepenatan jika yang harus dihadapi adalah kemacetan?
Aparat kepolisian tentu tidak tinggal diam menghadapi situasi kemacetan ini. Rekayasa lalu lintas untuk mengatasi kemacetan selalu dilakukan. Berdasarkan arsip Kompas, kebijakan satu arah yang sering digunakan saat ini bahkan telah diberlakukan sejak tahun 1986. Namun tampaknya solusi itu mulai tidak efektif digunakan di masa sekarang. Terbukti kemarin, kemacetan parah tetap terjadi meskipun sistem satu arah dilakukan. Kebijakan itu tidak efektif lagi untuk mengurai kemacetan dikarenakan tidak terbendungnya jumlah wisatawan. Kawasan puncak sudah cukup besar, akses jalan pun sudah cukup besar, namun jika para wisatawan melebihi kapasitas, tentu Puncak tak akan bisa menampung seluruhnya.
Lantas bagaimana cara mengatasinya? Cara termudah yaitu dengan memprediksi dari jauh hari kapan akan terjadi kemacetan. Dengan begitu, aparat kepolisian dan pemerintah setempat dapat mempersiapkan kebijakan dan strategi yang tepat dilakukan untuk mencegah kemacetan terjadi. Misalnya melakukan pembatasan kendaraan yang memasuki Kawasan Puncak. Kendaraan yang memasuki Kawasan Puncak dibatasi sesuai kapasitas maksimal yang dapat ditampung Puncak.
Namun jika begitu, ke mana lagi para wisatawan harus berlibur? Sepertinya, lokasi alternatif berlibur lain memang harus dicari.
Masih banyak daerah di Jawa Barat yang menawarkan suasana sejuknya alam untuk melepas penat selain Kawasan Puncak, daerah Bandung dan Purwakarta misalnya. Dari ibu kota, mungkin Bandung dan Purwakarta agak sedikit lebih jauh dari Puncak. Namun dengan adanya Tol Trans-Jawa, waktu yang ditempuh tak jauh lebih lama, kok, dibanding waktu yang ditempuh untuk ke Puncak. Terlebih jika kemacetan Puncak belum juga teratasi. Daripada berniat refreshing namun berakhir pusing terjebak macet di jalan, bukankah lebih baik mencari alternatif tempat wisata baru? Dengan berlibur ke tempat-tempat wisata baru, kita dapat memberikan kesempatan bagi daerah-daerah lain untuk mengembangkan potensi pariwisatanya. Dengan begitu pula, beban Kawasan Puncak dapat berkurang. —VZ
Sumber
Komentar
Posting Komentar